Halaman

Sabtu, 17 Maret 2012

Airmata Dwika



Tepat pukul lima pagi, alarm berdering, waktunya bangun dan mandi. Tapi Dwika cuek dengan  alarm yang sedari tadi berteriak karna hari ini Dwika akan kerumah sakit, untuk periksa penyakit yang dideritanya selama setahun belakangan ini. Sakit ini sudah dirasakannya sejak kelas 3 SMP. Sekarang ia sudah duduk di kelas 1 SMA.

Jam menunjukan pukul 8.00 pagi, ibu membangunkan Dwika, "Dwik, bangun nak. Katanya mau kerumah sakit??" ucap ibu sambil mengelus rambut Dwika dengan penuh kasih sayang. Dwika pun bangun dengan wajah pucat dan lesu. "Iya bu" sahutnya membalas omongan ibu sambil meneteskan airmata yang mengalir pelan di pipinya."Kenapa kamu nak??' tanya ibu dengan pelan. "Sakit bu..." Dwika merintih kesakitan."Ya sudah, nanti kita periksa ya, sekarang kamu mandi," kata ibu sambil mengusap airmata Dwika.

''Dwika Syahadatillah,'' panggil  seorang asisten dokter dari ruangan khusus. Dwika dan ibunya pun menuju ruangan itu. Setelah kosultasi, Dwika dirujuk ke lab untuk periksa darah. Sejam kemudian hasil lab pun diterima, tapi pemeriksaan belum selesai. Dwika dirujuk lagike ruang ronsen, untuk memeriksa penyakit dalamnya. Setelah menunggu, hasilnya pun diterima. Dokter mengatakan Dwika mengidap kanker hati. Mendengar itu, Dwika terlihat sangat sedih.

***
Sebulan berlalu, sakit yang diderita Dwika belum ada kesembuhan yang dirasanya. Walaupun begitu keluarga dan teman-teman Dwika yang selalu memberi semangat kepadanya. Terutama Dika, temen dekat yang dikenalnya sejak kelas 3 SMP semester dua itu, yang dianggapnya sebagai sahabatnya. Namun Dika tidak pernah mengetahui penyakit yang diderita Dwika. Dwika tak memberi tahu Dika.

Suatu hari setelah dua hari ulang tahunnya Dwika, Dika mengajak Dwika pergi. Ajakan Dika membuat Dwika sangat senang dan tak disangka lagi orangtua Dwika mengizinkannya pergi. Padahal Dwika sedang masa pegobatan. Tepat pukul 8 malam, Dwika dan Dika pun pergi. Mereka menikmati malam yang penuh dengan keramaian. Di tengah jalan atau di manapun itu Dwika selalu melihat jam yang dipakainya. Dwika takut orang tuanya marah, karena orang tuanya jarang sekali memberi izin untuk keluar malam.
“Ka...kamu haus ?'' tanya Dika. “Hm… haus si Dik, kamu gimana ?” tanya Dwika balik. “Hhe, samalah. Cari minum yuk,'' ajak Dika dan Dwika pun menggangguk sambil tersenyum tandamenerima ajakan Dika.

Mereka menuju angkringan. Di perjalanan Dika memegang tangan Dwika. Dwika merasa senang karena ia sudah merasa sayang pada Dika. Tak sengaja motor yang dikendarai mereka masuk ke lubang jalan yang rada-rada rusak. Refleks Dika pun langsung melepas tangan Dwika dan langsung menggenggam setang motornya.
''Tu ada minimarket Dik, sana aja yuk,'' ajak Dwika. “Oh, iya iya,'' sahut Dika. Mereka berhenti dan masuk minimarket membeli  dua botol air minum. Mereka berdiri di depan minimarket sambil meneguk air minum. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menikmati kota yang begitu ramai. Lantas kembali menuju rumah karena hari sudah larut malam.

Sepanjang perjalanan pulang, rintik-rintik hujan membasahi mereka. Walaupun begitu Dwika sangat senang, karena sudah bisa jalan bersama temen deketnya. Dwika sempat meneteskan air mata karena kebahagiaan yang dirasanya malam itu.
Tepat pukul 11 malam, mereka sampai di depan rumah Dwika. ''Kena marah nggak nih sama mamanya??'' tanya Dika. ''Hmm…nggak tau juga ni Dik, hehe. Dah ah tenang aja, paling ditanya kemana aja,'' sahut Dwika dengan enteng padahal hatinya gelisah.
 ''Oh, iyalah.Hehe,''jawab Dika sambil tersenyum. ''Ya udah, hati-hati ya Dik, kalo dah nyampe kabarin aku yah,'' kata Dwika sambil tersenyum senang. ''Iya ka, Dika pulang yah,, dada,'' sahut Dika. Dwika pun tersenyum sambil melambaikan tangannya dan masuk rumah.

Srettttt……getar ponsel terasa oleh Dwika. ''Ka, Dika dah sampe nih,'' Begitu SMS yang dikirim Dika kepada Dwika. ''Oh iya baguslah, ya sudah sekarang kita istirahat yah, selamat tidur,'' SMS dikirim Dwika. ''Oke Ka, selamat tidur juga sayang,'' balas Dika.

Tiga hari kemudian, hubungan Dwika dan Dika semakin dekat, dan membuat Dwika menjadi sangat menyayangi Dika. Tapi setelah seminggu belakangan ini Dika tak ada kabar sama sekali.
 Dwika sangat kehilangan Dika, dan jatuh sakit lagi. Ia mendengar kabar kalau Dika telah mempunyai kekasih, dan kabar itu benar. Dwika semakin sedih dan merasa kecewa. ''Kenapa Dika tega, kenapa Dika ngasih harapan, Dika jahat''. Tapi hal ini tak membuatnya marah pada Dika, karena ia telah mengganggapnya sebagai teman dekat.

Sebulan sudah tak ada kabar, membuat sakit Dwika semakin parah. Pengobatan terus dijalani
tapi hasilnya tidak ada. Dwika merasa Dika lah obatnya, dia yang bisa nyenengin dirinya, tak ada selain Dika yang bisa.

Dua bulan kemudian, Dwika akhirnya bisa menerima dan mencoba tak memikirkan Dika lagi.
Tapi tetap saja setiap malam blus ungu yang diberi Dika selalu dipandanginya. Kotak pesan yangpenuh dengan SMS dari Dika selalu ia simpan dan selalu ia baca. Begitulah setiap malam.
Seminggu kemudian, Dwika terlihat lebih sehat. Penyebabnya, Dika sudah mau mengabari dan meminta maaf pada Dwika. Ia merasa senang walaupun kedekatan mereka tak seperti dulu.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright@ All Rights Reserved Yuni-Fibonacci.blogspot.com