Aku Raisa, Aku dilahirkan kedunia
tanpa dikarunia penglihatan dan aku juga ditelantarkan oleh Ayah dan Ibuku,
ntah dimana mereka sekarang. Sungguh sulit keadaan ini untuk ku terima dan ku jalani,
aku yang baru saja lahir yang pada saat itu, aku ingin merasakan pelukan hangat
dari seorang Ibu dan Ayah, itu semua tak kudapatkan. Mungkin aku hanya bisa
menangis dan menangis ketika dinginnya
malam menyapa kulit tipis ku, sehelai kain putihlah yang melindungi ku saat itu.
Namun aku beruntung, ketika seorang bapak-bapak mau menolong ku dan mengasuhku
hingga sekarang, mungkin batinnya tersentuh melihat keadaan ku yang saat itu
begitu memprihatinkan. Ia adalah Pak Hadi, dahulu saat aku masih kecil sampai
aku menginjak umurku ke lima tahun, ia bekerja
mengurusi pohon pinus tetangganya. Penghasilan yang tak begitu cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun Pak Hadi selalu mencoba memenuhi
kebutuhan ku. Dari makan, biaya sekolah, hingga penglihatan ku. Ya penglihatan,
Pak Hadi mendonorkan kedua penglihatannya kepada ku, sebenarnya hal ini sangat
bodoh. Namun semua sudah terjadi. Hari itu juga aku dapat melihat sosok Pak
Hadi yang selama lima tahun mengurusi ku, yang selama lima tahun itu aku tak
mengetahui bentuk wajahnya. Tetapi kini aku dapat melihatnya dengan
penglihatannya dari dirinya yang ia beri untuk ku. Aku tak kuat dengan keadaan
Pak Hadi yang seperti ini, aku tak tega melihatnya. Namun Pak Hadi selalu
berkata kepada ku,
“ Jangan bersedih, bapak tidak apa-apa bapak baik-baik saja
nak, lihatlah dunia sepuas puasnya gapailah cita-cita kamu, ini mata pemberian
dari Allah Swt bukanlah dari bapak, bapak hanya sebagai perantara untuk
Malaikat Kecil yang tak berdosa seperti kamu “
bagi ku Pak Hadi adalah Malaikat yang Tuhan kirimkan untuk ku sebagai pengganti orang tuaku yang kelak akan membimbingku. Aku bertekat akan menggapai cita-cita ku dan akan membalas kebaikan dari Pak Hadi.
bagi ku Pak Hadi adalah Malaikat yang Tuhan kirimkan untuk ku sebagai pengganti orang tuaku yang kelak akan membimbingku. Aku bertekat akan menggapai cita-cita ku dan akan membalas kebaikan dari Pak Hadi.
Pak Hadi
memang sosok lelaki yang kuat, tanpa penglihatan ia masih mampu bekerja
mengurusi Pohon Pinus tetangga nya. Karena sudah telaten, ia membuat aliran
getah dibatang pohon, mengambil getah yang hendak disadap, memanjat pohon,
memasang batok kelapa sebagai penampung getah. Semua ia lakukan dengan baik
layak nya seperti saat ia masih bisa melihat. Hanya saja saat ia berangkat
kerja yang terkadang ia harus menyeberang sungai untuk menyadap Pohon Pinus,
yang misalnya pada saat itu hujan. Ia pun tak bisa bekerja karena itu sangat
membahayakan dirinya.
Aku semakin
hari semakin besar, dan aku tak ingin terus-terusan menyusahkan Pak Hadi, aku
pun membantu tetangga ku yang berjualan kue, dengan menjual kue-kue itu aku
cukup membantu Pak Hadi, setelah menjual kue keliling desa, aku lanjut kepasar
untuk membantu mengangkat belanjaan ibu-ibu, dari sini juga lumayan hasilnya.
Setelah itu aku pergi kewarung makan untuk membantu mencuci piring, dari sini
terkadang aku memperoleh nasi juga lauk dari pemilik warung makan. Nasi dan
lauk inilah yang terkadang aku antarkan ketempat kerja nya Pak Hadi, aku senang
dengan semua yang kulakukan walaupun lelah aku sangat niat melakukannya karena
aku juga ingin menjadi seperti Pak Hadi, sosok pekerja keras. Hingga suatu saat
yang Pak Hadi pesan kepadaku disaat ia
mendonorkan kedua penglihatannya, semua itu sekarang menjadi kenyataan. Dari
usaha dan kerja keras ku, Aku berhasil menjadi penulis, tulisan ku diminati
pembaca. Hasil dari sini aku hadiah kan semua ke Pak Hadi, walaupun aku baru
saja bisa membahagiakan Pak Hadi dihari tuanya aku cukup puas. Namun terkadang
aku masih saja teringat akan kedua orang tua ku, dimana mereka sekarang aku
juga ingin berbagi kebahagiaan untuk Ayah dan Ibuku yang telah melahirkan ku
kedunia dan juga menelantarkan ku dua puluh lima tahun lalu, jika memang tak
bisa bertemu dengan mereka berdua, aku hanya bisa mendoakan Ibu dan Ayah agar selalu sehat dan bahagia
disana.
Semakin hari
semakin renta keadaan Pak Hadi yang kulihat, lututnya lemah aku selalu sabar
membantunya untuk bangun, seperti ia
yang dahulunya ia lakukan kepadaku, selalu sabar melatihku untuk belajar berjalan. Aku juga sungguh tak bosan disetiap
waktu bercerita dengannya tentang pekerjaan ku sambil menyuapkan nya bubur
kacang hijau kesukaannya yang ku buat sendiri.
Semua ini belum cukup dengan apa yang Pak Hadi beri kepadaku,
semua pengorbanannya sungguh berharga dihidup ku. Aku akan berusaha untuk membalas semuanya dan
selalu berdoa untukmu Pak. aku ingin di hari tua mu ini bapak bahagia, walau
hanya bisa terbaring lemah di atas kasur. Aku akan selalu memahami dan memiliki
rasa kesabaran untuk merawat hingga detik terakhir mu. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar