Ku langkah kan kaki ku
menuju halaman luar rumah dengan koper di genggaman ku, ku lirikan bola mata
ini ke sekelilingan ku. Tempat ini, suasana ini akan menjadi kenangan
tersendiri untuk ku dan yang pasti akan ku rindukan selalu, karena hari ini aku
akan pergi dari kota kelahiran ku.
Sebelum jam
keberangkatan ku, aku akan mengunjungi rumah sahabat ku juga pacar ku. Karena
mereka belum mengetahui akan keberangkatan ku hari ini. Aku pun meminta pak
Leman supir pribadi ku untuk mengantari ku ke rumah Rahel, sahabat kharib ku
sejak SD. Saat sampai dirumah nya, akupun langsung memberi tahu nya, bahwa hari
ini aku akan pindah dari Batam. Saat itu Rahel hanya diam dengan bola mata yang
berkaca-kaca, dan langsung memeluk ku begitu erat. Karena waktu yang tak
terlalu banyak, aku pun memberikan album photos yang didalam nya banyak
foto-foto yang sejak pertama kenal hingga saat ini dan langsung melangkah kan
kaki menuju mobil dengan wajah tertunduk.
Kini aku menuju rumah
pacar ku, namun saat sampai di sana Vikri tak ada di rumah, Vikri sedang keluar
dengan teman-teman nya. aku pun hanya
permisi kepada keluarganya. Setelah itu, aku kembali untuk menuju bandara.
Di perjalanan, bolamata
ku mengarah keluar jalan. Jujur aku tak kuat meninggalkan kota kelahiran ku,
yang sedari kecil aku belajar, aku berteman, hingga aku umur 17 tahun mengenal
akan yang namanya cinta disini. Saat mengingat itu semua, aku teringat
seseorang yang pernah mengisi hari-hariku cukup lama. Namun karena masalah yang
tak terlalu jelas bagi ku, yang membuat kami berpisah hingga tali silahturahmi
pun terputus.
“ Pak, nanti belok kiri
ya. saya mau ke rumah Radit. Bapak masih ingat jalannya kan? “ ucap Zarifa.
“ Baik non “
Aku sengaja meminta
antarkan ke rumah mantan ku Radit. Aku hanya ingin tali silahturahmi yang
terputus ini, akan menjadi baik-baik saja saat aku telah pergi dari kota ini.
Sesampai disana, ku salami tangan Ibunya yang telah ku anggap Ibu ku sendiri,
dan ku ciumi Syafara adik nya Radit yang juga sudah ku anggap seperti adik ku
sendiri. Aku pun mengobrol sebentar dengan Ibunya, dan tak lama kemudian
langsung permisi untuk pergi. Saat itu aku tak bertemu Radit, karena Radit
sedang keluar dengan Ayahnya. Namun saat langkah kaki menuju mobil, tampak Ayah
dan Radit. Aku pun menghentikan langkah ku dan langsung menyalami tangan Ayah
nya, dan melempar senyum pada Radit. Hati ku sangat lega saat melihat Radit
membalas senyum ku. Senyuman yang sudah lama tak ku lihat. Ayahnya pun langsung
masuk, mungkin ia mengerti ada sesuatu yang ingin aku bicarakan pada Radit.
“ Apa kabar? “ tanya
Radit
“ Baik, oia aku mau
permisi “
“ kemana ?” menatap ku
begitu serius
“ aku mau pindah, aku
harap talisilahturahmi kita kayak dulu lagi. Yaudah aku buru-buru Dit “ ucap ku
membalikan badan
“ Rifaaa “ panggil
Radit sambil menggapai tangan ku
aku hanya menatap diam
“ hati-hati dijalan,
jaga kesehatan. Kasi kabar kalo udah sampei “ ucap Radit.
Aku mengangguk.
Aku sangat lega saat
itu, karena talisilahturahmi ku dengan Radit pun membaik. kini aku pun pergi
tanpa beban.
Dari rumah Radit aku
pun melanjutkan perjalanan dan sampai di Bandara, dari kejauhan tampak Vikri.
Aku pun langsung turun dan mendatangi nya.
“ Hey ! “ menyentuh
pundaknya.
Vikri menoleh
kebelakang dan langsung memeluk ku.
“ Sayang, lo mau kemana?
Kenapa mendadak gini. Sumpah gua enggak trima “
“ Sorry, gua mau pergi
“
“ tapi kenapa cobak? lo
enggak ngabarin gua dari kemaren-kemaren ?”
“ yayaya, gua ngaku
salah. Yaudalah gua enggak ada waktu lagi buat jelasin. Gua berangkat ya
sayang, sorry kalo gua udah banyak salah sama lo. Jaga diri lo baik-baik “
Zarifa mengecup Vikri dan langsung melangkah kan kaki.
Vikri diam dan langsung
meremas rambutnya, ia tidak terima.
“ Den? “ ucap Pak Leman
menyentuh pundak Vikri.
“ ia pak ? “
“ ini ada titipan dari
Non Zarifa “
“ Papan Skett ? “
“ ia, tadi Non Zarifa
ke rumah tapi Den Vikri tidak ada. Jadi di titipin ke bapak aja “
“ hmm, makasih ya pak “
“ ia Den “
Mereka pun berpisah.
***
Enam jam diperjalanan
aku pun sampai di Surakarta, tempat Tante ku. Di sini aku akan serius belajar,
dan belajar mandiri karena berpisah dengan keluargaku.
Malam hari nya aku pun
menelepon Vikri, untuk mengabari sekaligus menjelaskan semuanya. Cukup lama
menjelaskan kepada Vikri hingga ia menerima semua nya.
“ maafin gua Vik, gua
kayak gini karena gua pengen tenang. Gua pengen sendiri, gua berharap lo enggak
marah sama gua. Makasih banget, karena lo gua bisa lupa dengan masa lalu gua.
Semoga keputusan gua buat pisah dengan lo, keputusan yang terbaik untuk kita
berdua. Dan semoga setelah kita pisah lo bakal dapat yang lebih baik dari gua “
batin Zarifa.
***
Sudah satu setengah
tahun aku di Surakarta, disini aku lebih serius belajar. cukup banyak ilmu yang
aku dapati. Rasa rindu pada keluarga dan sahabat ku terus ku tahan demi cita-cita
yang ku impikan. Disini aku juga banyak teman, dan mulai kembali merasakan
jatuh cinta. Namun hal itu tak ku hiraukan, karena aku takut sakit itu akan
kembali aku rasakan. Rasa sakit yang dahulu Radit berikan tanpa sebab, rasa
kecewa pada seorang laki-laki yang terus ada dalam benak pikiran ku, yang
membuat ku takut akan jatuh cinta kembali. Kini aku berharap, aku tenang disini
aku tak akan merasakan jatuh cinta dan disakiti lagi, yang aku lakukan hanyalah
menimba ilmu sebanyak mungkin yang nanti nya berguna untuk keluarga dan aku
sendiri, bukan untuk yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar