Halaman

Jumat, 23 Agustus 2013

Love Our Earth

Hembusan angin yang begitu pelan menyapaku, membuat aku semakin betah untuk duduk menyendiri dipondok tepi pantai pagi ini.

Kemudian aku berjalan menyusuri pantai, dan kembali duduk tepat di atas bebatuan karang, suara sentuhan ombak yang menyentuh bebatuan karang begitu pelan terdengar dipendengaranku juga hangat matahari pagi yang menyentuh lembut dikulitku. Sesaat aku tertunduk menatap kebawah, bola mataku tertuju pada ombak yang menggulung kedua kakiku,

“ Air ini yang membawa semua keindahan yang kumiliki, terutama keluargaku “ batinku.

Aku terlempar sejenak dikejadian setahun yang lalu. Tsunami, bencana alam yang begitu mengerikan. Saat kejadian itu, aku tak berada ditengah keluargaku. Aku begitu nakal, nasihat orangtua ku selalu tak ku hiraukan. Aku lebih mementingkan teman-temanku, pergaulan yang sangat bebas merubahku begitu cepat, begitu juga dengan bencana yang terjadi saat itu, seketika semua langsung lenyap karena hempasan dan seretan air yang sangat besar. Hanya sebagian orang yang bisa menyelamatkan diri saat itu, termasuk aku.

Namun kini, aku hanya hidup sebatang kara. Hanya buah hati dalam kandungan ini yang menemani hari-hariku belakangan ini. Anak ini hasil hubungan ku dengan Aryo, ia pacarku yang sekarang entah dimana keberadaannya, aku dan dia terpisah saat bencana itu terjadi.

“ Tuhan, semoga Aryo sehat-sehat saja dimanapun ia berada dan segera pertemukan kami kembali agar kami dan buah hati bisa berkumpul bersama nantinya. Namun jika dia sudah meninggal dunia karena bencana saat itu, aku iklas dan akan menjaga dan merawat buah hati ini sebaik mungkin “ Batin Falia sambil mengelus kandungannya dengan linangan airmata.

Dengan jemari ku, aku menyusut airmata ku, kemudian kembali menyusuri pantai untuk menikmati suasana sejuk dipagi ini.

~

Seminggu kemudian, tepat kamis pagi dengan bantuan bidan buah hatiku pun lahir. Tangisan kecil nya begitu menghiasi pagi ini. Aku tersenyum bahagia menatap perempuan mungil ku lahir dengan selamat. Jemariku pun tergerak menghelus pipi buah hati ku,

“ Walaupun ayah tak disampingmu sekarang, ibu yang akan adzan untukmu nak “
Falia pun adzan dengan pelan dikuping buah hatinya, setelah selesai ia pun mengecup bibir mungil buah hati nya itu dan menghapus airmata yang mengalir pelan dipipi anaknya.

Detik berganti menit, menit berganti jam, pagi berganti malam. hingga tujuh belas tahun kemudian, Perempuan mungil yang diberi nama Kamesya Aryodiningrat itu pun tumbuh menjadi sosok remaja yang cantik. Ia pun kini telah lulus SMA, ia pun mendapat beasiswa di Universitas  Jakarta.

Dengan berat hati Mesya pun terpisah dengan ibunya, karena ia harus melanjutkan kuliahnya di Jakarta.  Disini ia mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, hobby nya yang senang menulis ia kembangkan di Universitas ini. Di Jakarta Mesya tak hanya kuliah, ia pun bekerja untuk biaya makan dan tempat tinggalnya, juga untuk ibu nya yang berada diseberang sana. Mesya bekerja di salah satu statiun televisi, Mesya bekerja sebagai reporter. Karena sering berjelajah dalam bekerja, ia sekarang menjadi senang dengan alam. Di kampus ia mengambil ekstrakurikuler dibidang pecinta alam, dari sinilah Mesya semakin mendalami dunia barunya itu, hingga kepelosok pulau pun ia datangi untuk mendapatkan hal-hal yang baru.

Saat tiba disuatu tempat , tepatnya di Pulau Nusa Tenggara Timur. Mesya melihat orang-orang yang tak mendapatkan pendidikan, dari sini ia pun berniat selain mencari sesuatu yang baru ia akan memberi sedikit demi sedikit ilmu kepada orang-orang tersebut. Mesya tak sendiri, teman-teman kampusnya pun ikut serta dalam rencana Mesya.

Di mulai dari pengumpulan dana untuk merenovasi beberapa pondok, juga hal-hal lain yang dibutuhkan untuk belajar nantinya.

Sebulan lebih pengumpulan dana terkumpul kan, kini Mesya dan teman-teman memulainya. Dengan dana seadanya mereka dengan rapi membangun tiga pondok sederhana. Pondok pertama untuk bagian orang tua, pondok kedua untuk bagian anak-anak, dan pondok ketiga untuk ibadah.

Tiga hari kemudian, kegiatan mengajar pun mulai berjalan, Mesya dan teman-teman mengajari penduduk setempat. cukup sulit mengajari mereka namun Mesya dan teman-teman mengajari mereka dengan sabar juga canda tawa agar suasana tetap terasa menyenangkan.

Kegiatan disini tak hanya belajar untuk membaca dan menulis. Mesya dan teman-teman nya juga mengajari ilmu tentang alam, para orang tua dan anak-anak di pulau ini pun ternyata begitu senang saat Mesya dan teman-teman nya mengajari mereka ilmu tentang alam.

Mulai dari larangan-larangan menebang atau membakar pohon sembarangan, memakai pukat harimau saat bernelayan agar bencana tak terjadi, disini mereka juga di ajari cara menanam pohon bakau, dan reboisasi.

Setelah kegiatan selesai, Mesya dan teman-teman pun berfoto-foto dengan penduduk setempat, tampak raut senang dari penduduk pulau tersebut. Lalu kami pun tak lupa untuk beribadah bersama di pondok.
Sebulan kegiatan berlangsung dengan baik, kini saat nya Mesya dan teman-teman berpisah dengan penduduk pulau. Di hari terakhir mereka berada dipulau ini, Mesya dan teman-teman pun membuat acara. Dalam acara itu Mesya dan teman-teman memberikan buku-buku pelajaran juga pakaian untuk anak-anak dipulau tersebut. Dan sebuah album yang berjudul          “ Love Our Precious earth ’’,  album tersebut berisi foto-foto bersama saat penduduk pulau belajar membaca dan menulis, menanam pohon, dan beribadah bersama, juga saat canda tawa bersama. Penduduk pulau tampak senang dengan semua ini, Mesya dan teman-teman pun ikut senang. Lelah letih Mesya bersama teman-teman nya pun terbayar dengan senyuman indah penduduk setempat.

Mesya dan teman-teman pun kembali ke Jakarta, sebulan lebih Mesya berada di pulau itu. Mesya pun dapat membuat karya tulis, dari hal-hal baru yang ia temukan di pulau itu. dan tak lama kemudian, karya tulis nya pun disukai orang banyak.

Saat libur semesteran, Mesya pun kembali ke Aceh untuk menemui ibunya, dan membawa ibunya ke Jakarta untuk tinggal bersama. Ibunya tampak begitu senang karena ia dapat tinggal bersama lagi dengan Mesya, begitu juga dengan Mesya. Walaupun hanya tinggal di kost-kost an, itu bukan masalah bagi mereka, kebersamaanlah yang lebih penting dari segalanya. Namun, Mesya tetap ingin memberikan sesuatu yang lebih untuk ibunya dari keadaan saat ini.

Niat itu tersampaikan disaat tulisan nya diminati banyak orang. Sosok yang terlahir tanpa bimbingan seorang ayah juga kehidupan yang berkepas-pasan kini  menjadi penulis terkenal. Dari hasil tulisnya ia pun dapat membelikan rumah untuk ibunya. Ia juga membeli ruko, ditempat ini Mesya mengajak anak-anak jalanan mendaur ulang barang bekas menjadi barang yang dapat dijual kembali, dan hasilnya untuk biaya sekolah mereka. Agar kelak mereka dapat menjadi orang yang sukses dan juga dapat menjadi orang yang mencintai alam dari hal yang sangat kecil. Karena hal sekecil apapun dapat merubah semuanya, maka sayangilah bumi kita bersama-sama agar bencana tak menghampiri kita
Copyright@ All Rights Reserved Yuni-Fibonacci.blogspot.com