Hembusan angin yang begitu pelan menyapaku, membuat aku semakin betah untuk duduk menyendiri dipondok tepi pantai pagi ini.
Kemudian
aku berjalan menyusuri pantai, dan kembali duduk tepat di atas
bebatuan karang, suara sentuhan ombak yang menyentuh bebatuan karang
begitu pelan terdengar dipendengaranku juga hangat matahari pagi yang
menyentuh lembut dikulitku. Sesaat aku tertunduk menatap kebawah, bola
mataku tertuju pada ombak yang menggulung kedua kakiku,
“ Air ini yang membawa semua keindahan yang kumiliki, terutama keluargaku “ batinku.
Aku
terlempar sejenak dikejadian setahun yang lalu. Tsunami, bencana alam
yang begitu mengerikan. Saat kejadian itu, aku tak berada ditengah
keluargaku. Aku begitu nakal, nasihat orangtua ku selalu tak ku
hiraukan. Aku lebih mementingkan teman-temanku, pergaulan yang sangat
bebas merubahku begitu cepat, begitu juga dengan bencana yang terjadi
saat itu, seketika semua langsung lenyap karena hempasan dan seretan air
yang sangat besar. Hanya sebagian orang yang bisa menyelamatkan diri
saat itu, termasuk aku.
Namun kini, aku hanya hidup
sebatang kara. Hanya buah hati dalam kandungan ini yang menemani
hari-hariku belakangan ini. Anak ini hasil hubungan ku dengan Aryo, ia
pacarku yang sekarang entah dimana keberadaannya, aku dan dia terpisah
saat bencana itu terjadi.
“ Tuhan, semoga Aryo
sehat-sehat saja dimanapun ia berada dan segera pertemukan kami kembali
agar kami dan buah hati bisa berkumpul bersama nantinya. Namun jika
dia sudah meninggal dunia karena bencana saat itu, aku iklas dan akan
menjaga dan merawat buah hati ini sebaik mungkin “ Batin Falia sambil
mengelus kandungannya dengan linangan airmata.
Dengan jemari ku, aku menyusut airmata ku, kemudian kembali menyusuri pantai untuk menikmati suasana sejuk dipagi ini.
~
Seminggu
kemudian, tepat kamis pagi dengan bantuan bidan buah hatiku pun lahir.
Tangisan kecil nya begitu menghiasi pagi ini. Aku tersenyum bahagia
menatap perempuan mungil ku lahir dengan selamat. Jemariku pun tergerak
menghelus pipi buah hati ku,
“ Walaupun ayah tak disampingmu sekarang, ibu yang akan adzan untukmu nak “
Falia
pun adzan dengan pelan dikuping buah hatinya, setelah selesai ia pun
mengecup bibir mungil buah hati nya itu dan menghapus airmata yang
mengalir pelan dipipi anaknya.
Detik berganti menit, menit
berganti jam, pagi berganti malam. hingga tujuh belas tahun kemudian,
Perempuan mungil yang diberi nama Kamesya Aryodiningrat itu pun tumbuh
menjadi sosok remaja yang cantik. Ia pun kini telah lulus SMA, ia pun
mendapat beasiswa di Universitas Jakarta.
Dengan berat
hati Mesya pun terpisah dengan ibunya, karena ia harus melanjutkan
kuliahnya di Jakarta. Disini ia mengambil jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, hobby nya yang senang menulis ia kembangkan di Universitas
ini. Di Jakarta Mesya tak hanya kuliah, ia pun bekerja untuk biaya
makan dan tempat tinggalnya, juga untuk ibu nya yang berada diseberang
sana. Mesya bekerja di salah satu statiun televisi, Mesya bekerja
sebagai reporter. Karena sering berjelajah dalam bekerja, ia sekarang
menjadi senang dengan alam. Di kampus ia mengambil ekstrakurikuler
dibidang pecinta alam, dari sinilah Mesya semakin mendalami dunia
barunya itu, hingga kepelosok pulau pun ia datangi untuk mendapatkan
hal-hal yang baru.
Saat tiba disuatu tempat , tepatnya di
Pulau Nusa Tenggara Timur. Mesya melihat orang-orang yang tak
mendapatkan pendidikan, dari sini ia pun berniat selain mencari sesuatu
yang baru ia akan memberi sedikit demi sedikit ilmu kepada orang-orang
tersebut. Mesya tak sendiri, teman-teman kampusnya pun ikut serta
dalam rencana Mesya.
Di mulai dari pengumpulan dana untuk merenovasi beberapa pondok, juga hal-hal lain yang dibutuhkan untuk belajar nantinya.
Sebulan
lebih pengumpulan dana terkumpul kan, kini Mesya dan teman-teman
memulainya. Dengan dana seadanya mereka dengan rapi membangun tiga
pondok sederhana. Pondok pertama untuk bagian orang tua, pondok kedua
untuk bagian anak-anak, dan pondok ketiga untuk ibadah.
Tiga
hari kemudian, kegiatan mengajar pun mulai berjalan, Mesya dan
teman-teman mengajari penduduk setempat. cukup sulit mengajari mereka
namun Mesya dan teman-teman mengajari mereka dengan sabar juga canda
tawa agar suasana tetap terasa menyenangkan.
Kegiatan
disini tak hanya belajar untuk membaca dan menulis. Mesya dan
teman-teman nya juga mengajari ilmu tentang alam, para orang tua dan
anak-anak di pulau ini pun ternyata begitu senang saat Mesya dan
teman-teman nya mengajari mereka ilmu tentang alam.
Mulai
dari larangan-larangan menebang atau membakar pohon sembarangan,
memakai pukat harimau saat bernelayan agar bencana tak terjadi, disini
mereka juga di ajari cara menanam pohon bakau, dan reboisasi.
Setelah
kegiatan selesai, Mesya dan teman-teman pun berfoto-foto dengan
penduduk setempat, tampak raut senang dari penduduk pulau tersebut.
Lalu kami pun tak lupa untuk beribadah bersama di pondok.
Sebulan
kegiatan berlangsung dengan baik, kini saat nya Mesya dan teman-teman
berpisah dengan penduduk pulau. Di hari terakhir mereka berada dipulau
ini, Mesya dan teman-teman pun membuat acara. Dalam acara itu Mesya dan
teman-teman memberikan buku-buku pelajaran juga pakaian untuk
anak-anak dipulau tersebut. Dan sebuah album yang berjudul “
Love Our Precious earth ’’, album tersebut berisi foto-foto bersama
saat penduduk pulau belajar membaca dan menulis, menanam pohon, dan
beribadah bersama, juga saat canda tawa bersama. Penduduk pulau tampak
senang dengan semua ini, Mesya dan teman-teman pun ikut senang. Lelah
letih Mesya bersama teman-teman nya pun terbayar dengan senyuman indah
penduduk setempat.
Mesya dan teman-teman pun kembali ke
Jakarta, sebulan lebih Mesya berada di pulau itu. Mesya pun dapat
membuat karya tulis, dari hal-hal baru yang ia temukan di pulau itu.
dan tak lama kemudian, karya tulis nya pun disukai orang banyak.
Saat
libur semesteran, Mesya pun kembali ke Aceh untuk menemui ibunya, dan
membawa ibunya ke Jakarta untuk tinggal bersama. Ibunya tampak begitu
senang karena ia dapat tinggal bersama lagi dengan Mesya, begitu juga
dengan Mesya. Walaupun hanya tinggal di kost-kost an, itu bukan masalah
bagi mereka, kebersamaanlah yang lebih penting dari segalanya. Namun,
Mesya tetap ingin memberikan sesuatu yang lebih untuk ibunya dari
keadaan saat ini.
Niat itu tersampaikan disaat tulisan
nya diminati banyak orang. Sosok yang terlahir tanpa bimbingan seorang
ayah juga kehidupan yang berkepas-pasan kini menjadi penulis terkenal.
Dari hasil tulisnya ia pun dapat membelikan rumah untuk ibunya. Ia
juga membeli ruko, ditempat ini Mesya mengajak anak-anak jalanan
mendaur ulang barang bekas menjadi barang yang dapat dijual kembali,
dan hasilnya untuk biaya sekolah mereka. Agar kelak mereka dapat
menjadi orang yang sukses dan juga dapat menjadi orang yang mencintai
alam dari hal yang sangat kecil. Karena hal sekecil apapun dapat
merubah semuanya, maka sayangilah bumi kita bersama-sama agar bencana
tak menghampiri kita